Jalur transportasi antara kota Bandung yang letaknya relatif dekat dengan metropolitan Jakarta hanya efektif jika dilakukan melalui jalur darat. Transportasi jalan tol yang dikembangkan melalui elevated toll road beberapa waktu belakang membuktikan betapa penting dan padatnya perjalanan antara Jakarta-Bandung. Kemacetan yang masih tetap terjadi membuat Pemerintah Indonesia berupaya menciptakan moda transportasi lain yang lebih nyaman, aman, dan cepat, melalui jalur kereta cepat.
Mega project Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) dibangun untuk menambah alternatif moda transportasi antar kota dan merupakan proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara dengan percobaan kecepatan yang mencapai 350 km/jam. Tidak hanya itu, salah satu latar belakang pembangunan KCIC adalah untuk membangun ekonomi di sekitar kawasan yang dilalui oleh jalur kereta yang menghubungkan Jakarta ke Bandung tersebut.
LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN KCIC
Dalam proyek pembangunan kereta di Indonesia terdapat dua jenis stasiun. Pertama, stasiun yang dibangun di kota yang density penduduknya sudah banyak, di mana pembangunannya menghubungkan satu kota besar dengan kota besar yang lain. Kedua adalah bagaimana stasiun yang dibangun di sisi kota ke sisi kota lainnya yang cenderung memiliki kepadatan penduduk yang rendah.
Dengan jarak dan waktu tempuh Jakarta ke Bandung yang cukup lama (karena kemacetan), maka Pemeritah Indonesia melihat ada banyak bahan bakar dan waktu yang terbuang sehingga secara tidak langsung jika dikonversi secara ekonomi, maka terdapat banyak uang yang terbuang. Dengan adanya kereta cepat ini diharapkan dapat menjadi solusi di mana waktu tempuh antara Jakarta-Bandung dapat ditempuh kurang dari 1 jam. Hal ini mengacu pada waktu yang dipakai dari Jakarta ke Padalarang hanya mencapai 30 menit, serta dari Jakarta hingga Tegalluar hanya ditempuh dalam 45 menit. Dengan pertimbangan ini membuat perjalanan Jakarta ke Bandung dapat berjalan lebih hemat.
PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN
Dalam perencanaannya, pihak-pihak yang terkait sudah melakukan feasibility study secara global dengan mempertimbangkan berbagai aspek di dalamnya. Pertama, lahan dibeli secara business-to-business (B2B). Lalu, terdapat pengembangan Transit-Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun. Aspek terakhir adalah pengembangan tiket.
DEVIN PRANATA
General Manager, Property & Non-Farebox, dan Acting GM, Railway Business Development, PT KCIC
Usai menyelesaikan studi Master-nya di bidang Real Estate Development di University of New South Wales, Australia, Devin bergabung dengan Crown Group Holdings Pty Limited di Sydney, Australia. Pada awal 2014, ia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Jones Lang LaSalle (JLL) sebagai Property Analyst. Sempat bekerja di Sinar Mas Land, pada tahun 2017, Devin kembali ke JLL, sebelum akhirnya bergabung dengan Radisson Hotel Group dan Discovery Hotels & Resorts dengan jabatan terakhir selaku Vice President, Development, South East Asia. Mulai November 2021 hingga saat ini, ia ditunjuk menjadi GM, Property & Non-Farebox di PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (PT KCIC).
To read the complete article, register your details above
to be notified once the revamped Construction Plus App is ready!