Letak Indonesia yang merupakan negara kepulauan di kawasan cincin api Pasifik (Ring of Fire), membuatnya berpotensi tinggi terhadap bencana gempa bumi dan erupsi vulkanik gunung berapi. Kondisi tersebut mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk terus melakukan pengembangan inovasi teknologi infrastruktur yang tahan bencana.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan bahwa dengan potensi bencana alam yang besar dan belajar dari kondisi pandemi COVID-19, kedepannya diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk konstruksi infrastruktur yang memiliki daya tahan terhadap multiple-disasters. Menurutnya, pembangunan infrastruktur tidak hanya memperhatikan aspek fungsional, namun juga perlu memberikan sentuhan arsitektural (art) dan keamanan secara struktur.
Hal terebut disampaikan Menteri Basuki saat membuka Lokakarya Virtual bertajuk “Megastruktur dan Infrastruktur Tahan Gempa Indonesia Karya Anak Bangsa”. “Misalnya pada jembatan bentang panjang yang saat ini telah banyak dibangun di Indonesia, seperti Jembatan Merah Putih di Ambon, Jembatan Pulau Balang di Kalimantan Timur, Jembatan Teluk Kendari di Sulawesi Tenggara, dan jembatan di tol seperti Jembatan Kali Kenteng di Jawa Tengah. Pada struktur jembatan-jembatan ini harus dilengkapi dengan Structural Health Monitoring System (SHMS) untuk pemantauan kesehatan struktur jembatan. Selain itu, pada pembangunan bendungan juga diperlukan inovasi untuk pengembangan tipe bendungan selain rockfill dam, misalkan dengan mengembangkan bendungan tipe concrete dam dan arch dam. Saya percaya para engineer kita mampu melakukan rekayasa bendungan tersebut,” ujarnya.
Melalui Lokakarya yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Menteri Basuki berharap dapat berkontribusi terhadap pemutakhiran ilmu pengetahuan, teknologi, dan kerekayasaan infrastruktur di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan mitigasi bencana gempa bumi. Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi mitigasi bencana, serta teknologi konstruksi tahan gempa sangat diperlukan, agar implementasi dari program pembangunan infrastruktur dapat berlangsung tanpa mengalami gangguan berupa kerusakan akibat gempa bumi.
Beberapa teknologi tahan gempa telah diterapkan dalam perancangan bangunan tahan gempa, salah satunya teknologi seismic isolation yang merupakan hasil litbang dari Kementerian PUPR. Begitu juga dengan teknologi Precast Structural System (PRESS) yang dikombinasikan dengan alat ‘spiral dissipater’.
Dalam kaitannya dengan peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi, Menteri Basuki mengungkapkan bahwa Kementerian PUPR bersama para pakar kegempaan dari berbagai latar belakang disiplin ilmu telah menerbitkan “Peta Ground Motion Indonesia”, serta mengembangkan kurva kerentanan bangunan untuk dapat menghasilkan peta risiko gempa yang lebih baik.
Menteri Basuki menyatakan bahwa Kementerian PUPR juga mengambil sejumlah langkah dalam mendorong konstruksi bangunan tahan gempa, yakni dengan pelaksanaan berbagai penelitian, percobaan, dan publikasi terkait Kode Bangunan dan Infrastruktur, Spesifikasi Standar, serta berbagai Manual termasuk pemutakhiran SNI Bangunan Gedung Tahan Gempa 2019, dan pelaksanaan program-program rehabilitasi dan rekonstruksi untuk rumah, bangunan dan infrastruktur yang rusak pasca gempa, seperti di NTB dan Palu. – Construction+ Online