Oleh Ayu Rizky Widyanti
Pengendalian banjir merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk menurunkan tingkat risiko ancaman jiwa manusia dan harta benda akibat banjir sampai ke tingkat toleransi. Pada dasarnya pengendalian banjir dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang terpenting adalah harus dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling optimal.
Berikut ini beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memilih jenis bangunan untuk pengendalian banjir:
- Pengaruh regim sungai, terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan agradasi sungai, serta hubungannya dengan biaya pemeliharaan)
- Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis
- Pengaruh bangunan terhadap lingkungan
- Perkembangan pembangunan daerah
- Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah hilirnya
METODE DALAM PENGENDALIAN BANJIR
Upaya pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu upaya berwujud fisik (metode struktur) dan upaya non-fisik (metode non-struktur).
Metode Struktur
Merupakan kegiatan penanggulangan banjir yang meliputi kegiatan perbaikan sungai dan pembuatan tanggul banjir untuk mengurangi risiko banjir di sungai, pembuatan saluran (floodway) untuk mengalirkan sebagian atau seluruh air, serta pengaturan sistem pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir dengan bangunan, seperti bendungan dan kolam retensi.
Metode Non–Struktur
Metode non-struktur merupakan metode pengendalian banjir banjir yang tidak menggunakan bangunan pengendali banjir. Aktivitas penanganan tanpa bangunan, antara lain berupa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) untuk mengurangi limpasan air hujan; penanaman vegetasi untuk mengurangi laju aliran permukaan di DAS; kontrol terhadap pengembangan di daerah genangan, misalnya seperti dengan peraturan-peraturan penggunaan lahan, sistem peringatan dini, larangan pembuangan sampah di sungai, serta partisipasi masyarakat.
BANGUNAN PENGENDALI BANJIR
Berikut ini beberapa bangunan pengendali banjir.
Bendungan
Ini merupakan sebuah bangunan urugan tanah, urugan batu, beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun. Selain untuk menahan dan menampung air, bangunan ini juga dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing) atau menampung lumpur sehingga terbentuknya waduk.
Bendungan atau dam juga dapat didefinisikan sebagai konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau atau tempat rekreasi termasuk, antara lain menahan laju sedimentasi yang ditampung dalam tampungan mati (dead storage).
Terdapat beberapa fungsi bendungan, yaitu untuk menampung air sungai, mengelola dan mengatur air dalam waduk, pengelolaan sumber daya air, penyediaan air baku (raw water), menjadi salah satu sumber untuk penyediaan air bersih dan air minum, penyediaan air irigasi, pengendalian banjir, dan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Suatu bendungan apabila mempunyai semua fungsi-fungsi tersebut disebutnya sebagai bendungan multifungsi atau multi–purpose dam. Namun, kebanyakan dam juga memiliki beberapa bagian yang disebut dengan pintu air atau bangunan pelimpah (spillway) untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.
Waduk
Ini merupakan sebuah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan. Pada umumnya waduk dibangun untuk pengembangan sumber daya air sungai dengan menampung air pada musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai, terutama saat musim kemarau. Di samping itu, waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat yang disebut multiguna atau multi–purpose dam, misalnya untuk irigasi, penyediaan air baku (air minum), pembangkit listrik tenaga air, dan sebagainya.
Pengendalian banjir dengan waduk hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air. Perlu diperhatikan, dalam pengendalian banjir dengan waduk adalah perlambatan waktu tiba banjir, penurunan debit banjir yang lepas ke hilir, dan rasio alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir terhadap volume untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.
Kolam Retensi/Penampungan (Retention Basin)
Seperti halnya bendungan, kolam penampungan juga berfungsi sebagai penyimpanan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam, dan dinamika beberapa bangunan outlet.
Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tata guna lahan yang baik, kolam penampungan dapat digunakan untuk pertanian.
Pembuatan Check Dam (Penangkap Sedimen)
Check dam merupakan sebuah bangunan kecil temporer atau tetap yang dibangun melintang saluran atau sungai untuk memperkecil kemiringan dasar memanjang sungai sehingga bisa mereduksi kecepatan air, erosi, dan membuat sedimen bisa tinggal di bagian hulu bangunan sehingga bangunan bisa menstabilkan saluran atau sungai.
Groundsill
Ini merupakan suatu konstruksi untuk memperkuat dasar sungai untuk mencegah erosi pada dasar sungai dengan maksimal drop 2 meter. Groundsill diperlukan karena adanya pembangunan saluran baru, maka panjang sungai lebih curam sehingga akan terjadi degradasi pada waktu yang akan mendatang.
Retarding Basin
Retarding basin merupakan suatu kawasan (cekungan) yang didesain dan dioperasikan untuk tampungan (storage) sementara sehingga bisa mengurangi puncak banjir dari suatu sungai. Bisa dikatakan, suatu tampungan (reservoir) yang mengurangi puncak banjir melalui simpanan sementara.
Pada daerah depresi (daerah rendah), cara ini sangat diperlukan untuk menampung volume air banjir yang datang dari hulu untuk sementara waktu dan dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan demikian, kondisi lapangan sangat menentukan dan berdasarkan survei lapangan, peta topografi, dan foto udara dapat diidentifikasi lokasi untuk retarding basin. Biasanya, retarding basin dibuat pada bagian hilir pada suatu daerah sungai.
Pembuatan Polder
Drainase sistem polder merupakan sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar sistem berupa limpasan (overflow) maupun aliran di bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase sistem ini digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah tidak memungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya jauh lebih mahal.
Permasalahan banjir merupakan masalah yang kompleks dan memiliki kendala pada setiap pengendaliannya. Selain diperlukan infrastruktur pengendalian banjir, peran serta masyarakat dalam membantu mengendalikan banjir juga sangat diperlukan untuk menjaga dan merawat infrastruktur-infrastruktur pengendali banjir tidak rusak dan dapat beroperasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan musibah banjir yang berulang. — Construction+ Online