Industri properti di Indonesia mulai memberikan tanda-tanda positif. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh tingkat permintaan yang mulai menunjukan peningkatan. Optimisme pasar itu menjadi salah satu bahasan penting dan utama dalam acara 2Q Media Briefing Property Market Review and Outlook dari Jones Lang LaSalle Indonesia yang diadakan di Jakarta, 19 Juli 2017 lalu.
Kendati demikian, tingkat permintaan yang membaik masih belum dapat mengimbangi jumlah pasokan gedung perkantoran yang signifikan sehingga membuat tingkat hunian kembali terkoreksi. Pasar ritel tidak mengalami perubahan yang signifikan, sementara tingkat hunian masih cukup tinggi dengan jumlah pasokan yang terbatas. Pasar hunian vertikal masih mengalami perlambatan, seperti beberapa triwulan terakhir. Dampak yang paling terasa dialami oleh penjualan untuk kelas mewah dan menengah ke atas.
James Taylor selaku Head of Research dari JLL Indonesia juga menambahkan, “Tingkat permintaan dari sektor F&B dan Fashion masih cukup tinggi selama triwulan kedua tahun 2017”. Hal itu mengacu pada data di mana sektor ritel terlihat sangat aktif selama 6 bulan pertama tahun ini. Dari sektor ini juga terlihat bahwa para landlord masih menjaga tingkat kompetisi setiap pusat perbelanjaan agar tetap menarik pengunjung. “Upaya-upaya yang dilakukan landlord, antara lain mendatangkan tenant yang baru dan membuat sejumlah aktivitas atau event untuk menarik pengunjung,” sesuai pengamatan Cecilia Santoso, Head of Retail dari JLL Indonesia.
Dari kategori perkantoran, pada triwulan kedua ini justru mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, hal itu tidak didukung oleh tingkat hunian di pasar perkantoran CBD dan Non-CBD yang mengalami penurunan akibat banyaknya pasokan perkantoran baru. “Tingkat permintaan di CBD mencapai sekitar 92.000 meter persegi, sementara untuk Non-CBD mencapai sekitar 46.000 meter persegi,” tambah Angela Wibawa, Head of Markets dari JLL Indonesia. Akibatnya, harga sewa menjadi lebih terbuka untuk dinegosiasikan oleh para pengembang. Sektor yang masih aktif selama beberapa bulan terakhir adalah e-commerce, IT, insurance, dan pelayanan-pelayanan profesional.
Dari sektor kondominium terjadi penurunan sebesar 2% menjadi 64% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Permintaan properti di kategori ini datang dari pasar kondominium menengah dan menengah ke bawah. Hal itu diantisipasi dengan baik oleh pengembang dengan peluncuran beberapa kondominium di kelas tersebut di Jakarta Barat, Selatan, dan Timur.
“Pertumbuhan infrastruktur yang signifikan, pertumbuhan makro ekonomi yang stablil, dan berbagai kemudahan yang diberikan untuk para pebisnis lokal maupun asing menjadi salah satu magnet yang kerap menarik investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia,” ujar Todd Lauchlan selaku Country Head JLL Indonesia. Akibat dari kemudahan ini, sejumlah negara, seperti Hongkong, Singapura, Jepang, dan China masih sangat antusias untuk terlibat di berbagai sektor properti di Indonesia, antara lain di kategori residensial, perkantoran, dan pergudangan. — Construction+ Online